Minggu, 05 Januari 2014

Pantai Sawarna (Part II)

Places to go in Sawarna (The Hidden Beach of Paradise)

Ada sebutan The Hidden Beach of Paradise untuk Pantai Sawarna ini, karena memang semua pantainya tidak ada yang berada di pinggir jalan atau mudah ditemukan. Untk mencapai pantai-pantai ini kita diwajibkan untuk berjalan kaki terlebih dahulu atau bisa menggunakan jasa ojek untuk mencapainya.

Banyak para backpacker yang membawa tenda untuk menginap di pinggiran pantai,

Pantai Ciantir / Pantai Pasir Putih

Pantai Pasir Putih ini, berada sekitar 200 meter dari Penginapan Widya. Pasirnya benar-benar putih, ketika saya kesana, di hari pertama cuacanya masih sangat bersahabat, cerah dan menyenangkan.

Sampai di Sawarna hari pertama yang kami lakukan adalah bermain air dan basah-basahan. Di Pantai Pasir Putih ini, pengunjungnya sudah lumanyan banyak, sehingga beberapa spot pantai sudah dipenuhi banyak pengunjung. Namun menurut saya, belum sepenuh pantai-pantai lainnya di Jawa Barat yang sudah terkenal.

Ada spot yang bisa digunakan untuk berselancar juga. Hanya saja pada hari itu, kondisi laut sedang surut, sehingga tidak ada orang yang berselancar. Orang yang berselancar di pantai inipun kebanyakan masih turis luar yang berlibur ke Pasir Putih. 

Untuk informasi saja, 4 tahun sebelumnya turis internasional yang memenuhi pantai-pantai di Sawarna ini.

 Tanjung Layar

Masih di hari pertama di sore hari, setelah puas bermain air di Pantai Pasir Putih, kami terus berjalan menyusuri pantai untuk menuju Pantai Tanjung Layar.


Pantai Tanjung Layar

Pantai Tanjung Layar
Ketika sampai disana, tidak begitu banyak pengunjung yang sampai sini. Kalau tidak mau berjalan, pantai yang tersembunyi ini tidak akan terlihat sama sekali.
Disini, kita bisa menyebrang menuju bebatuan tersebut dengan berjalan perlahan, karena tinggi airnya yang tidak terlalu dalam, selain itu juga banyak pijakan batu yang bisa kita gunakan untuk sampai ke bebatuan Tanjung layar tersebut.

Selesailah bermain air di hari pertama.
Next, di hari kedua kita menyambangi beberapa tempat. Setelah sarapan, kita bertanya sedikit mengenai arah mengenai daerah-daerah yang ingin kami kunjungi. Dengan ramahnya ia menjawab setiap pertanyaan kami dan ada wanti-wanti juga yang harus dilakukan jika mengunjungi tempat-tempat tersebut.

Agak khawatir dan juga karena kami benar-benar buta daerah tersebut, kami memutuskan untuk menggunakan guide untuk menemani perjalanan kami. Setelah tawar menawar harga tergantung banyaknya tempat yang dikunjungi dengan sepeda motor, Rp 125.000/orang harga yang disepakati.

Pantai Lagoona Pari

Pantai pertama di hari ini, dikepalai oleh Pak Supardi, guide yang menemani kami juga yang pernah kami baca di salah satu blog yang menemani perjalanan beberapa perempuan yang bermain kesana kami menuju Pantai Lagoona Pari.

Letaknya sekitar 2 km dari Widi Homestay tersebut, dengan kondisi jalan yang awalnya lumayan baik untuk dilewati motor sampai yang hanya bebatuan dan rusak yang membuat kami harus berpegangan kuat ke besi di belakang dan terus menyeimbangkan diri dengan medan yang dilewati oleh motor tersebut.

Selain bebatuan dan rusak, jalan menuju pantai ini naik turun lumayan tajam. Saya pribadi sebenarnya sangat takut dengan medan jalan seperti itu, saya lebih memilih jalan kaki saja jika dari awal sudah tahu medannya seperti itu. Tapi karena sudah terlanjur, jadi memberanikan diri saja untuk meneruskan perjalanan.

Turun dari motor, melihat Pantai yang sepi pengunjung dengan karang-karang yang terlihat dari pinggir pantai, membuat saya tidak sia-sia telah melakukan perjalanan ini. Walaupun jadinya tangan saya tremor ketika memotret tempat-tempat ini. :P

Banyak binatang-binatang laut seperti keong dan ikan-ikan kecil yang masih berenang di pinggir pantai. Ombak yang tidak begitu besar membuat pas untuk membawa anak-anak berenang disini jika suatu saat saya sudah berkeluarga. Pantai yang kalau bisa dibilang masih perawan ini amatlah indah dan menjadi Favorit saya dibanding pantai-pantai lain di Desa Sawarna ini.
 

Berikut beberapa penampakan pantai indah ini :




Pantai Karang Taraje

Menurut Ibu Widi, di pantai ini pernah menelan korban, beberapa pantai lainnya di Sawarna juga pernah menelan korban, kebanyakan diantaranya adalah tidak patuhnya pengunjung kepada anjuran warga setempat untuk tidak ke laut saat sedang pasang.

Alasan ini yang menjadi faktor kami menggunakan guide.
Saat kami ke Karang Taraje ini, air laut sedang surut sehingga kami bisa menaiki karang-karang tersebut. Angin yang sangat kencang juga bisa dirasakan disini.







menurut penjelasan Pak Supardi, jika cuaca cerah dari sana kami bisa melihat Pantai Pelabuhan Ratu dengan jelas, sayangnya saat itu cuaca sedang agak mendung dan gerimis. Tapi tetap indah.



Dari sini bisa terlihat Pantai Pelabuhan Ratu jika cuaca sedang cerah

Karang-karang yang bisa dinaiki jika air laut sedang surut


Ini Taraje (tangga) yang digunakan untuk menaiki karang di atasnya
Pantai Pulo Manuk

Selesai mengagumi keindahan pantai-pantai tersebut, kami beranjak untuk pergi ke Pulo Manuk, Pulo Manuk terletak berlawanan arah dengan daerah kedua pantai ini, sehingga kami kembali ke medan terjal itu untuk kembali ke jalan raya dan menuju Pantai Pulo Manuk.

Melewati jalan yang berliku dan naik turun, sampailah kita ke Pantai Pulo Manuk. Lumayan sudah banyak pengunjung disini. Yang menarik dari Pantai ini adalah di sekitar pantai ini banyak berkeliaran monyet-monyet. Banyak pengunjung yang sengaja memberikan makanan kepada para monyet itu. 

Disini kami hanya duduk-duduk dan sedikit berfoto saja untuk kembali ke wisma dan beristirahat kembali.

Berikut beberapa penampakannya :
Monyet-monyet yang berkeliaran di sekitar Pantai Pulo Manuk

Pantai Pulo Manuk


Semoga bermanfaat dan selalu ingat untuk mengikuti anjuran warga setempat dan mengikuti peraturan yang ada. Dan jangan lupa untuk selalu membuang sampah pada tempatnya, agar lingkungannya tetap bersih dan menyenangkan.

Happy Travelling!

Pantai Sawarna (Part I)

Sudah dari tahun lalu beberapa orang mengajak saya ke Sawarna. Katanya Pantai di daerah Banten yang masih alami dan indah. Karena lokasinya yang masih berada di Jawa Barat membuat saya ingin pergi kesana, namun hal tersebut belum terlaksana.

Sampai akhirnya di libur akhir tahun 2013, kesempatan itu datang.
Saya bersama teman saya mengambil cuti tahunan kami untuk berlibur menuju Sawarna.

Transportasi 

Dari beberapa blog yang kami baca di internet, menuju Sawarna itu harus ke Pelabuhan Ratu dulu, naik elf ke arah Bayah, turun di daerah yang namanya Ciawi lanjut naik Ojek menuju Sawarna. Rute itulah yang ingin kami ikuti pada awalnya.

Berangkat dari Hotel Pondok Dewata Pelabuhan Ratu pagi-pagi jalan kaki, kami menuju terminal Pelabuhan Ratu untuk menaiki elf ke Bayah di pagi hari.

Sampai di terminal, jangan aneh kalau para calo sering bertanya-tanya tujuan kepada orang-orang yang keliatan turis. Cukup berikan senyuman dan berlalu saja. Tapi kalau memang diperlukan, wajib bertanya jika tidak tahu. Seperti kami, ketika ada supir yang bertanya, kami mengatakan Sawarna, dengan baik hatinya mereka menunjukkan bahkan mengambil teman supirnya yang mengangkut penumpang yang akan pergi ke Sawarna langsung.

Agak kaget, ternyata di setiap harinya ada 1 mobil yang berangkat ke Sawarna langsung, jadi tidak perlu naik turun angkutan jika akan pergi langsung. Dengan Tarif per Desember 2013 adalah Rp 25,000 saja.

Adalah Pak Icep, supir yang akan mengangkut kami ke Sawarna, dengan ramahnya beliau bilang, keberangkatan ke Sawarna masih menunggu penumpangnya penuh maksimal hingga jam 12 siang. Pada saat itu baru jam 8 pagi kami sudah sampai disana. Lalu mengobrollah kami dengannya mengenai angkutan dan apa saja yang ada di Sawarna.

Jadi, jadwal berangkat dari Sawarna-Pelabuhan Ratu jam 7 pagi. Dari Pelabuhan Ratu menuju Sawarna jam 12 siang.

Pak Icep ini memiliki nomer HP yang fungsinya bisa booking seat. Jadi kalau kita sudah bisa memprediksi kapan sampai ke terminal Pelabuhan Ratu sebelum jam keberangkatan, nomernya (0877-2173-3250) bisa di telpon untuk minta ditunggu. (jangan kelamaan juga yaa.. supaya masih bisa duduk di dalam, hehe)
 
Penampakan mobil yang menuju Sawarna

 Keadaan di Jalan

Membaca salah satu blog menuju Sawarna itu katanya jalannya berkelok-kelok, 'ah cuma belok-belok doang mah ga masalah' begitu pikir saya saat membacanya. Namun ketika perjalanan segera dimulai, saya yang beruntung mendapat duduk di depan dengan sangat leluasanya melihat pemandangan indah di sekitar dan di depan saya dengan jelas sambil sesekali mendapatkan informasi mengenai pemandangan tersebut dari Pak Icep yang sudah lebih dari 13 tahun mengendarai elf dari dan menuju Sawarna.
Setelah habis jalan Cisolok, Pelabuhan Ratu barulah sensasi perjalanan itu dimulai. Jalan yang dilewati terbilang mulus dan tidak rusak, hanya saja perjalananya itu naik turun dengan sangat dahsyat (baca: curam) kalaupun ada belokan, belokan itu adalah tanjakan yang hampir tegak lurus, mesin mobil yang menggunakan gigi terendahpun berjalan sangat pelan. 

Pak Icep yang sudah berpengalaman hanya tertawa melihat saya yang ketakutan mobilnya mundur lagi. Bayankan saja, mobil elf berisi lebih dari 20 orang yang ada di dalam dan di atas mobil, dengan kondisi jalan yang naik turun dahsyat, beuh ! bikin perut mules sebenarnya, tapi saya hanya berdoa saja agar perjalanan kami lancar dan selamat sampai tujuan.

Perjalanan sekitar satu setengah jam sampai dua jam, menyampaikan kita akhirnya di Desa Sawarna, Bayah, Banten.

 Penginapan 

Banyak penginapan wisma yang berada di sekitaran Sawarna. Dan harganya juga bervariatif. Jika sedang musim liburan, ada baiknya untuk melakukan booking kamar jauh-jauh hari, karena kesempatan tidak mendapatkan kamar itu ada sekali.

Widi Homestay menjadi pilihan kami kali ini. Dari beberapa blog, kami tertarik dengan Homestay ini. Katanya Ibu Widi pemiliknya ramah begitu juga suami dan keluarganya.

Letak Homestaynya Pas. Tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat dengan Pantai Pasir Putih atau Pantai Ciantir itu. 

Dengan Rp 150,000/orang/malam, kami tidur di kamar yang berkapasitas 8 orang dan mendapatkan 3x makan. Dahsyat ! menunya enak-enak. Tiga malam disana, saya merasa berat badan saya naik beberapa kilo. Masakannya Ibu Widi enak banget ! sambelnya mantap !

Berikut beberapa foto nomer telpon wisma di sekitar Sawarna yang saya rekomendasikan.







Sampai disini dulu mengenai perjalanan menuju Sawarna, lanjut di Sawarna (Part II) untuk tempat-tempat yang kami kunjungi disana.

 

Kamis, 21 November 2013

Apply Visa Cambodia

This is my experience as an administrative officer that made me thankful, so I finally little bit about the step how to apply Visa for Cambodia.

How to apply visa to Cambodia ? As long as you are still Indonesian citizens , we are free from Visa to get in the country , because it is still one of ASEAN countries .Since my boss is Japanese , he is required to submit a visa .The following are the requirements of the visa application I got from Cambodian embassy officials in Jakarta which is located at :

Jl . Pejaten Barat No 41

 South Jakarta 12550
 Tel : 021-781-2523 / Fax : 021-781-2524


1 . Photo 3 sheets of 4x6 ( background color might be anything ) 
2 . Copy roundtrip ticket (a must) 
3 . Sponsorhip letter 
4 . Invitation ( For business travel ) 
5 . Original Paspport6 . Fee for the Visa Rp 300,000 ( for tourists visiting ) , Rp 375,000 ( for business trip )

If all requirements are met , the issuance of Visa completed within 5 ( five ) working days .Important information that may be useful . Because my boss use the passport office , the cost that I mentioned earlier eliminated or free !


And of you also want the visa without come to the Embassy office, you could also apply by online with this link http://www.evisa-cambodia.net/application_m.php

Enjoy your trip !!

Senin, 26 Agustus 2013

Jalan-Jalan Ke Petak Sembilan

Mulai nge-kost di Jakarta, ceritanya ingin membuat waktu weekend berharga dengan mulai meng-explore Jakarta. Mulailah iseng ngajak temen (Feny) untuk hunting foto, karena dia suka fotografi. Kalau saya sukanya jalan-jalan saja dan sedikit menulis. Foto hanya via handphone saja. hehe (ga penting juga sih diketik).

Well, akhirnya kami berjanjianlah di Hari Kemerdekaan RI yang ke-68 ini untuk bertemu di Halte TransJakarta Glodok. Feny ngajak saya ke Petak Sembilan yang sebelumnya saya tidak pernah dengar. Mulailah searching dan akhirnya sedikit terbukalah gambaran, ternyata Petak Sembilan adalah kampung pecinan yang ada di tengah Jakarta.

Jam 8 pagi ceritanya janjian ketemu di Halte Glodok. Jam setengah 9 kami baru bertemu karena ada pengalihan jalur busway karena adanya upacara bendera di sekitar Istana Negara.

Setelah bertemu, cipika cipiki, berbekal pengetahuan dari internet dan tanya teman-teman, berjalanlah kami menuju Petak Sembilan dengan salah jurusan pada awalnya. harusnya ke arah kanan dari jembatan penyebrangan, kita jalan ke arah kiri. Otomatis kita balik lagi lah ke arah jalur yang tepat.

Turun dari jembatan penyebrangan, kami dengan sok tahu berjalan saja lurus ke depan, karena temanya adalah get lost in Jakarta, jadi ya santai saja.

Setelah lumayan lama berjalan lurus, barulah kami berinisiatif bertanya kepada bapak-bapak yang ketemu di jalan, katanya disuruh belok ke salah satu gang. Kamipun mengikuti sarannya dengan polos.

Kami memasuki gang yang agak sempit dengan rumah-rumah tinggi berpagar besi. Saat Feny tanya kenapa rumahnya dipagar besi, saya dengan sok tahunya menjawab mungkin karena dulu suka ada penyerangan kepada orang-orang yang berketurunan Cina dan saya tahu penjelasan itu tidak memuaskannya. Hehe..

Terus jalan, kita makin nggak tahu mau kemana, masih belum nemu sesuatu yang katanya ada pasar atau apalah gitu yang katanya ada di internet. Sampai akhirnya di salah satu ujung gang, kami menemukan pabrik pembuatan tofu.

Feny mulai memfoto beberapa hal disana. Sedangkan saya mencoba menjadi jalan lurus yang ternyata adalah pasar Petak Sembilan, yang saya baca di internet. Hampir orang Cina semua memang yang berlalu lalang disana. Seperti pasar biasanya, berbagai sayuran dan ikan dijual disana. Selain itu juga ada yang menjual hal-hal seperti kue yang hanya bisa saya temukan di rumah teman saya yang berketurunan Cina

Menyenangkannya disana adalah, para pedagangnya amat sangat ramah, kami bisa langsung bercanda dengan salah satu pedagang udang disana, mereka saling bercanda dengan pedagang yang lain. Mulailah kegiatan menjeprat jepret disana.

Lanjut perjalanan kami pergi ke Vihara Dharma Bakti. Vihara tersebut dibagi 3 ruangan, dengan penempatan dewa yang berbeda. Ini saya ketahui ketika kami mengunjungi kuil yang ketiga. Ada seorang bapak ramah yang dengan sukarela menjelaskan beberapa kisah sejarah mengenai Vihara tersebut. Hanya saja saya lupa bertanya namanya.

Beliau mengatakan, di 3 kuil itu terdiam dewa yang berbeda-beda. Ada ruangan untuk Dewi Kuan Im (Dewi kebaikan, kalau yang pernah nonton Sun Go Kong pasti tau sosok baik dewi cantik ini.), ada Dewa Karma, lalu Dewa Rejeki,

Bapak baik ini juga meginfokan bahwa akan ada upacara Cyoko (entah bagaimana penulisan tepatnya) intinya upacara tersebut adalah upacara untuk melaksanakan pengiriman barang-barang yang akan dikirimkan keluarga yang masih hidup kepada keluarga yang sudah meninggal. Kasarnya mengirimkan makanan walaupun yang dikirim bukan makanan saja, tapi ada uang, sepatu atau barang-barang yang ingin disampaikan kepada keluarganya yang sudah meninggal.

Menurut sang bapak, orang yang sudah mati itu harus diberi makan 3 kali dalam setahun, dan salah satu waktunya adalah pada hari upacara Cyoko itu.

Pada acara itu akan ada kerajinan perahu besar yang terbuat dari kertas yang nantinya akan dibakar dan lain-lainnya. Upacara itu akan dilaksanakan pada tanggal 21 Agustus 2013. Bapak baik itu juga menceritakan bagaimana dan kapan perahu itu harus dibakar, dimana mereka harus meminta izin dulu kepada Dewa Karma mengenai waktu pembakarannya dan lain-lainnya.

Lumayan lama disana, kami segera mencari makanan karena kami belum sarapan pagi itu. Kami menemukan Restauran Ming Yen namanya. Resatauran Bakpau yang menjual banyak makanan lainnya. Menu terpilih adalah Es Kietna, karena pagi itu terbilang agak panas dan Sapo Tahu yang kami ingin coba rasanya. Harganya nggak mahal-mahal amat lagi, pas lah di kantong, apalagi saat itu kami makan semangkuk sapo tahu itu berdua. Romantis kaaan? (iyuuuhh..)

Setelah datang, saat kami mencoba rasanya ternyata kami sangat tidak menyesal. Sapo Tahunya enak, Saya yang tidak begitu suka tahu, mencoba Sapo Tahunya jadi bisa makan dengan lahap. Dan Es Kietna juga bikin segar dengan rasa asem-asem manis yang memang campurannya adalah asem jawa, kulit jeruk dan gula sepertinya.

Selesai makan, kami lanjut berjalan ke kawasan Kota Tua, tidak berjalan sih, kami naik angkot langsung menuju kawasan Kota Tua. Sekitar jam 10an, kawasan tersebut sudah sangat ramai, karena ada acara 17an juga membuat tambah ramai suasana disana. Ada acara lomba-lomba dan lain-lain.

Karena panas sekali, kami kembali menyambangi penjual es kelapa. Ternyata rasanya kurang pas untuk lidahnya Feny. Yasudah saya habiskan saja 2 porsi gelas itu. Melihat-lihat lagi sebentar ke arah lapangan, dan memulai lagi mencari letak cafe yang menjual es krim Ragusa tadinya.

Lagi-lagi tanya Mbah Google, ternyata letaknya dekat dengan Kota Tua, karena kebetulan ada peta, saat kami sedang menunjuk-nunjuk letak di peta tersebut, tiba-tiba seseorang dengan mic datang dan bertanya apa tujuan kami datang ke Kota Tua, alhasil  Feny diwawancarailah, dan kami berdua diminta berpose menunjuk peta untuk proses pengambilan gambar Net TV.

Selesai wawancara kami langsung menuju ke cafe yang ada di alamat Jl Kunir yang terletak di belakangnya kantor pos di daerah Kota Tua itu. 
Sambil rehat sejenak (numpang ngecharge hape) kami memesan ice cream, kami pikir itu es krim Ragusa, ternyata Es Krim Baltic yang katanya 'saingannya' es krim Ragusa. Rasanya es krim tetap enak, sayangnya es krim yang kami pesan belum tersedia buah-buahnya. Jadi Es krim yang ada saja yang kami pesan.

Berikut adalah penampakan-penampakan yang sempat saya memorikan.
Vihara tempat kediaman Dewa Rejeki

Es Kietna

Sapo Tahu yang enak

Es Krim Holly ....(Lupa namanya)

Sabtu, 16 Maret 2013

Hotel Murah di Yogyakarta



Hotel Dhirgahayu yang terletak di Jalan KHA. Dahlan no 123 ini menjadi pilihan tempat saya menginap ketika saya mengunjungi Yogyakarta. Dengan tarif paling murah Rp 60.000/kamar untuk dua orang rasanya menjadi pas jika anda hanya ingin menggunakan hotel ini hanya sebagai tempat untuk tidur di malam hari dan menaruh barang saja. Dengan fasilitas kamar mandi di dalam kamar menjadi nilai plus untuk hotel ini.

dua tempat tidur yang tersedia


Selain itu, hotel yang berkapasitas untuk dua ratusan orang ini sering menjadi tempat menginap rombongan yang datang dari luar kota karena harganya yang murah. Kamarnyapun ada yang untuk tiga orang, empat sampai lima orang.

kamar mandi disamping tempat tidur diatas
Letak hotel ini juga lumayan strategis, dekat dengan Indomaret,  tempat makan lesehan seperti pecel lele, oseng-oseng mercon dan lainnya juga ada disekitar hotel yang bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki. Selain itu tepat disebrang hotel ada minimarket dan atm yang bisa diakses. Sayangnya memang tidak dua puluh empat jam.

Dari segi keamanan, hotel ini juga dirasa sangat aman. Karena setiap jam sepuluh malam pintu masuk hotel akan dikunci, tapi jangan khawatir bagi yang akan pulang malam,penjaganya akan tetap membukakan pintu untuk anda, namun sebaiknya memberi tahu penjaganya agar ia tahu kalau anda akan pulang malam.

Akses transportasi seperti Jogjatrans juga dekat, sehingga mudah jika anda ingin pergi kemanapun. Selain itu becak juga bertebaran di sekitar wilayah hotel ini. Menuju Malioboro dari hotel ini cukup dicapai dengan berjalan kaki sekitar lima menit.

Jadi menurut saya, hotel ini cukup baik untuk menjadi pilihan menginap anda jika anda ke Yogyakarta. Apalagi untuk para backpacker yang mencari tempat menginap untuk menghemat biaya perjalanan. 

Kamis, 17 Mei 2012

Malang I'm in Love




Kota Malang. Hal pertama yang terpikirkan dari dua kata itu adalah buah apel. Ya, hanya apel saja yang saya ketahui mengenai kota ini. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk mendatangi tempat ini. Tidak ada sanak saudara ataupun teman yang harus dikunjungi disana karena memang saya tidak memilikinya.

Sampai pada suatu hari, sesuatu membuat saya pergi ke kota ini. Menulis. Keinginan mendapatkan ilmu yang lebih dalam tentang menulis membawa saya ke kota ini. Saya menghadiri seminar menulis yang diselenggarakan oleh teman-teman menulis di grup facebook yakni Persahabatan Menulis. Yang dengan mengikutinya membuat semangat menulis saya semakin berkobar. Dengan berbagai trik yang diajarkan membuat saya semakin optimis untuk menjadi penulis.

Perjalanan saya dimulai ketika saya sampai di Stasiun Malang di hari Minggu pagi. Ini merupakan perjalanan jarak jauh pertama saya dengan menggunakan kereta api malam. Kota yang bersih dengan udara yang sejuk menyambut kedatangan saya. Saya langsung jatuh cinta dengan Malang ketika saya mengamati jalan dari stasiun ke salah satu Universitas terkemuka di Indonesia yaitu Universitas Brawijaya, jalan yang bersih, suasana kota yang masih terasa sejuk, tidak ada macet. Ah, menyenangkan sekali rasanya.

Sekilas saya melihat ada pasar kaget di hari Minggu yang juga terlihat tertata dengan rapi. Menyenangkan saat semua terlihat disiplin dan tertata dengan rapi. Yang mengejutkan saya adalah kesopanan yang masih sangat kental yang saya lihat ketika saya naik beberapa kali angkutan umum. Setiap penumpang angkutan umum akan mengucapkan “Matur suwon, Mas” kepada supir saat mereka sampai di tujuannya. Dan sang supir membalasnya dengan senyuman ramah dan menjawab “Nggeh, hati-hati”. Indahnya melihat pemandangan sesama manusia itu yang sekarang mulai memudar.

Berbeda dengan suasana kota tempat tinggal saya yang sudah mulai terlihat sumpek. Dengan penuhnya angkutan umum kota dan macet yang mulai terjadi dimana-mana. Kebersihan kota yang mulai tidak terjaga, membuat pemandangan matapun kurang begitu menyenangkan. Tetapi bagaimanapun kota tempat saya dilahirkan memiliki keindahannya tersendiri dan tetap menjadi kota terbaik yang pernah saya miliki.
Kembali ke Malang, suasana dingin yang saya alami ketika di malam hari saya menginap di salah satu hotel di daerah Batu. Batu ternyata merupakan kota wisata yang dimiliki Malang, yang memiliki beberapa tempat tujuan pariwisata untuk para turis lokal dan internasional, seperti Jatim Park I dan II juga tempat bermain Batu Night Spectaculer.

Keesokan harinya, saya berkeliling kembali di Kota Malang, saya mengunjungi tempat-tempat yang saya ketahui hanya dari ‘mbah google’. Melihat berbagai hal disana membuat saya berkeinginan untuk tinggal di Malang. Setelah seharian menghabiskan waktu di Malang, tiba saatnya saya harus meninggalkan kota ini. Di sore hari, hujan turun ketika saya sedang menunggu kereta untuk melanjutkan perjalanan saya. Hujan saat itu memberikan kesan romantis kepada saya yang sedang jatuh cinta dengan kota ini. Dan kemudian hujanpun menemani kepergian saya meninggalkan Kota Malang yang memberikan kisah indah dalam salah satu perjalanan hidup saya.

Malang, I’m in love.

Senin, 14 Mei 2012

KECOA




Mungkin  salah satu  serangga yang paling dianggap menjijikkan adalah kecoa alias  coro.  Anda dapat menemuinya di mana saja.  Kecoa dapat ditemui di rumah, sekolah,  bandara bahkan tempat ibadah.  Kecoa juga tak peduli kelas. Kami menemui kecoa di semua kelas kereta yang kami tumpangi, mulai dari kelas ekonomi, bisnis  sampai eksekutif. Saya juga bertaruh  kalau kecoa juga dapat ditemukan di  rumah-rumah mewah di Menteng dan Pondok Indah.

Kecoa dianggap menjijikkan karena kecoa berasosiasi dengan kejorokan.  Serangga keluarga Blattidae ini memakan sisa makanan dan  kotoran, termasuk kotoran manusia.  Selain itu, kecoa juga dianggap menyebabkan alergi dan menularkan berbagai penyakit.  Bibit penyakit terbawa oleh anggota tubuh kecoa yang suka tinggal di tempat-tempat kotor.

Celakanya, kecoa yang sedang horny juga mencelakakan  manusia. Air mani kecoa bisa menyebabkan iritasi  pada kulit manusia. Rasanya perih. Saya pernah mengalaminya dan baru tahu kalau itu disebabkan oleh  air mani kecoa setelah berobat ke dokter kulit.


Kecoa phobia

Bagi teman saya,  kecoa  lebih menakutkan daripada ular berbisa.  Teman saya penggemar ular. Ia biasa bergaul dengan  ular kobra. Tapi, suatu hari ia pernah berteriak dan loncat menduduki wastafel kamar mandi kampus gara-gara kecoa. “Sungutnya benar-benar mengerikan,” katanya.

Kecoa phobia benar-benar menghinggapi banyak orang. Kalau ada kecoa, segera saja orang mengambil sandal dan memukulnya. Atau, menginjaknya. Obat nyamuk pun ada embel-embel gambar kecoa yang disilang: membunuh nyamuk sekaligus membunuh kecoa sebagai bonus.

Kecoa memang makhluk imut yang dibenci sekaligus ditakuti.  Keberadaannya dianggap mengganggu.  Tak salah jika Teater Koma mementaskan Opera Kecoa di  tahun 1985 untuk  menggambarkan kehidupan masyarakat pinggiran yang keberadaannya  seringkali dicibir dan mengganggu kaum mapan: para waria, PSK, preman dan gelandangan. Mereka orang-orang kecil yang selalu dikalahkan oleh orang-orang mapan.

Padahal, mereka tetaplah manusia yang bisa jatuh cinta dan berjuang untuk hidupnya. Mereka lah orang-orang sabar karena terbiasa menerima tempaan hidup dan  tetap yakin  bahwa hari esok selalu lebih baik. Mereka tidak dimanusiakan karena dianggap kotor dan berpenyakit, selayaknya kecoa.


Kecoa pejuang

Selayaknya  para tokoh lakon Teater Koma yang pementasannya sempat diancam bom lewat telepon, kecoa adalah pejuang.  Kecoa tetap saja ada meskipun  peperangan dengan menggunakan kapur barus dan insektisida dikobarkan tiap hari.

Maka,  keperkasaan para  kecoa mampu mengalahkan kapitalis jahat yang berniat menggusur apartemen  tempat mereka  dan para manusia miskin tinggal dalam film Joe’s Apartment produksi MTV di tahun 1996.  Serangga ini tidak tampil garang, tapi kocak dan romantis karena bisa menampilkan paduan suara dan bernyanyi layaknya kabaret. Mereka juga setia kawan membela sahabat manusianya dan membantunya merayu  sang wanita pujaan.

Ya, kecoa adalah pejuang yang romantis. Dee mengisahkan dalam Rico de Coro (1995) tentang pengorbanan  pangeran kecoa  yang menyelamatkan manusia cantik pujaannya dari serangan serangga mutan berbahaya.


Kecoa coklat

Lalu, bagaimana bersikap terhadap makhluk kecil pejuang itu? Daripada pusing, orang-orang di Thailand Selatan memasaknya.  Lumayan bisa mengenyangkan dan menambah pendapatan. Mau mencoba? Anda pasti akan menggelengkan kepala kecuali  jika Anda penggemar kuliner ekstrem. 

Padahal, sebenarnya kita terbiasa menyantap kecoa, terutama jika Anda menyukai coklat. Dalam sebatang coklat dipastikan ada 8 serpihan serangga coklat itu. Para ahli telah mengetahuinya sejak tahun 1940-an. Cemaran dari tubuh atau cairan kecoa sulit dihindari karena terjadi di perkebunan atau tempat pengolahan coklat.

Jika coklat itu enak dan dalam coklat ada serpihan serangga coklatnya alias kecoa, itu artinya kecoa  juga enak. Yummi!!!